Pages

Panggilan Itu.....Panggilan Cinta

Selasa, 03 Desember 2013
Pagi itu, di tengah-tengah kesibukan warga kampus. Dalam hikmat, dahiku masih menempel di karpet yang tekstur kasarnya menandakan bahwa usianya tak muda lagi. Dinginnya lantai yang baru saja dipel mengalir diujung jari-jariku yang tak sempurna mendarat di atas karpet, mengalir sempurna mengkristalkan perasaan tenang di hatiku sepagi itu. 
Angin yang berhembus dari kipas angin yang tertempel di dinding tepat mengenai wajahku yang baru saja bangkit dari sujud panjangku, sejurus kemudian aku mengucapkan salam ke kiri dan ke kanan. Ya, masjid kampus, saksi bisu yang mendokumentasikan sempurna kegiatan-kegiatan para penggiat dakwah kampus sekali lagi mencatatkan dirinya sebagai tempat pertama yang ku kunjungi sebelum kegiatan perkuliahanku dimulai. Selepas itu, kupanjatkan do'a-do'a yang terbang ke langit bersayapkan pengharapan dan penghambaanku, ku harap mereka sampai kepada Dzat yang tepat, Maha Pengabul Segala Do'a.
Pagi itu, di tengah-tengah kesibukan warga kampus. Setelah selesai kulepaskan do'a-do'a ku ke langit, bau harum pengharum ruangan otomatis tersebar ke seluruh penjuru ruangan 10x10 itu, terlalu kecil memang untuk ukuran masjid. Dari balik hijab, terdengar suara gesekan-gesekan kertas, suara bisik-bisik para gadis, mungkin mahasiswi-mahasiswi Farmasi yang sedang mempelajari handout sebelum praktikumnya.
Selepas itu, ku tengok ke sebelah kanan, dua orang mahasiswa, juniorku di Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) yang memang sudah lebih dulu selesai dari sholat Dhuhanya terlihat sedang berkemas-kemas. Satunya si Gondrong Ikal, adik kelas paling supel dan bersahabat, rambutnya yang gondrong tak menunjukkan akhlak sebenarnya yang begitu rapih, bentuk ikal rambutnya tak menunjukkan akhlak sebenarnya yang begitu lurus, selalu menyenangkan bercengkrama dengannya. Satu lagi, si Kurus Cerewet, adik kelas paling aktif dan rajin, badannya yang kurus menyembunyikan prilaku sebenarnya yang begitu enerjik, badannya yang kurus menipu, menyembunyikan semangat besar dalam dirinya, begitu besarnya, sampai-sampai dia overdosis bicara (cerewet), begitu menyenangkan bekerjasama dengannya dalam hal teknis. Terburu-buru mereka menyalamiku.
"Kami kuliah dulu ya, Mas." si Kurus Cerewet menyalamiku sambil berlalu. Begitu juga dengan si Gondrong Ikal.
Pandanganku tak lepas dari mereka yang sedang memakai sepatu di beranda depan masjid. Pintu geser dari kaca yang berbingkai kayu bagai layar televisi paling mewah yang menayangkan tontonan Box Office terbaik sedunia.
"Akh, jangan lupa ntar lepas Isya ada liqo." si Kurus Cerewet mengingatkan si Gondrong Ikal tentang jadwal pembinaan mingguan mereka.
Subhanallah, panggilan itu..... tiba-tiba aku teringat masa-masa 2 tahun yang lalu.

***

"Eh, jangan lupa ntar malam ya. Langsung aja ke lapangan sport centre kampus." Si Kurus Tinggi Sawo Matang (untuk selanjutnya kita panggil "si KTSM") mengingatkan ku kembali tentang janji yang sudah kami sepakati sepekan lalu lepas bermain DoTA (Defends of The Ancient) di game center samping kost-kostan ku. 
Aku hanya mengangguk mengiyakan. Bosan juga aku menghindar dari ajakannya, tak SMS, tak chatting via facebook, tak di samping meja PC ku di game center, tak di bangku kuliah dan tempat-tempat lain. Akhirnya, aku mengiyakan ajakan olahraga bareng UKKI, toh tidak ada ruginya bagiku, badan yang mulai bongsor dengan gelambir-gelambir yang menggantung di paha, perut dan lenganku ini semoga cepat hilang.
"Mereka kan pada alim, sapa tahu aja do'anya makbul kalau ku mintai tolong do'ain aku biar cepet kurus." harapan bodoh dalam hatiku, perantauan yang masih polos.
Malam itu, malam paling memalukan dalam hidupku. 
Seharusnya, aku bertanya pada si KTSM tentang jenis olahraga yang akan kami mainkan sebelum mengiyakan. Alih-alih ingin kurus, malah aib bagiku malam ini. Badminton, Ya Tuhaaan. Jenis olahraga paling kugemari (dari layar TV) ini, hanya mampu ku rasakan feel-nya ketika kutonton saja. Jujur saja, hanya 3 dari 10 service-ku saja yang sampai ke wilayah net musuh. Jujur saja, smash-ku tidak lebih kencang (tidak kencang sama sekali) dari yang lain. Jujur saja.....aku malas menceritakan bagian penuh aib ini, kalau saja diterbitkan, bagian ini tidak akan lulus sensor karena memuat banyak cerita penderitaan seorang anak manusia. Aku malu di depan sekitar 15-an pengurus UKKI.
"Hahaha....hahaha....hahaha." hanya itu yang keluar dari mulut si KTSM sepanjang malam itu melihatku, andai saja aku adalah aku di jaman SMA, sudah kubuat pipinya penuh bekas raket.
Anehnya, sesi setelah itu benar-benar berbeda. Mungkin, moment ini juga yang merubah kegiatan ku di kampus. Setelah mengistirahatkan diri dengan duduk meluruskan kaki dan meminum air, kami membentuk lingkaran, ditengah-tengahnya ada gorengan hangat yang menggoda perut setiap yang melihat (jurus jitu agar peserta olahraga bareng gak langsung pulang, buat para Aktivis Dakwah Kampus, catet tips kaderisasi ini) kemudian kami memulai pembicaraan. Namun, hanya satu yang tidak berubah, si KTSM bersama dua temannya yang belum terlalu ku kenal, si Kurus Pencinta Design dan si Kurus Berponi Terbang (untuk selanjutnya kita sebut "si KPD" dan "si KBT") masih berhaha-hihi melihatku. Oh, Tuhaaan, andai membunuh itu bukanlah perbuatan dosa.
"Sabtu depan, kita akan ada agenda PMLDK di kampus Wijaya Kusuma, kami butuh bantuan para anggota baru untuk menjadi panitia lepas." Si Ketua UKKI memulai pembicaraan.
"Sapa tau aja bisa menambah softskill bagi yang adik-adik sekalian." Si Ketua Kaderisasi menambahkan.
Dengan mulut yang masih penuh tahu goreng hangat, aku dengan licik berbisik dalam hati, "Peduli apa, aku bukanlah pengurus UKKI."

***

Sekali lagi, si KTSM berhasil membujukku untuk ikut sebagai panitia dalam acara itu, tidak tanggung-tanggung, aku menjadi Master of Ceremony sekaligus driver, dua jobdesk yang selama ini tidak pernah ku lakukan. Namun apa mau dikata, kemampuan lobby si Ketua Umum membuatku tak berkutik ketika diminta.
Hari H-pun tiba, sebagai mantan supir tukang angkut barang di toko orangtuaku, mobil yang ku setir membawa para akhwat (wanita) sukses meluncur dari Universitas Bhayangkara, tempat berkumpul, menuju ke tempat acara dengan selamat, yaitu Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Perwakilan seluruh Aktivis Dakwah Kampus dari seluruh Lembaga Dakwah Kampus se-Surabaya Raya berkumpul di sana. 
'Subhanallah, apa kabar akh?', 'Syukron Akh', 'Afwan Akh', kata Akh, Akh dan Akh menyerang telingaku dan aku, si Perantauan Yang Masih Polos, bergumam dalam hati, "Apa pula orang-orang ini, cukup panggil nama aja kan bisa lebih akrab."
Urusan menjadi Master Of Ceremony pun berjalan dengan lancar. Ya, kemampuan public speaking dari almarhum ayah, mendarah daging dalam diriku. Aku selalu lebih percaya diri kalau sudah dalam masalah tampil di depan banyak orang, tak jarang nilai mata kuliahku yang ada persentasinya selalu mendapat nilai yang bagus.
Namun, hari itu tidak berjalan semulus yang ku harapkan.
Malam itu, aku sebagai driver harus mengantarkan Sang Pembicara pulang menuju penginapannya, karena sudah terlampau malam aku ditemani beberapa panitia lain. Salah duanya, tersebutlah si KTSM dan si KPD ikut menemaniku malam itu. Sial bagiku, karena belum terlalu mengerti lajur yang harus diambil aku diberhentikan Polisi Lalu Lintas yang melihatku menabrak lajur kanan. Parah, sesaat sebelum mobil yang kami kendarai merapat ke pos polisi, hal yang fatal terjadi.
"Udah lari aja, aku biasa kok lari kalau pakai mobil." kata si KTSM.
"Ah, yang bener." kata ku ragu.
"Iya, bener."
Membayangkan sejumlah uang dan rumitnya birokrasi yang bakal aku jalani nanti, seperti orang kesurupan, ku injak pedal gas ku sedalam mungkin. Klakson mobil-mobil lain bersahut-sahutan karena hampir saja menabrak mobil yang hampir saja parkir, tiba-tiba melaju begitu kencang. Hingga, tikungan pertama, tak ada tanda-tanda polisi mengejar, sampai ditikungan kedua, sirine motor patroli menyala dengan indah dipenglihatanku lewat kaca spion depan mobil.
"Setelah ini, akan ku pukul wajah si KTSM dengan kunci mobil." aku menyumpahi si KTSM dalam hati.
Jadilah aku baku kejar dengan motor patroli polisi malam itu. Aku bagai buronan yang melarikan diri malam itu. Gang sempit yang lebarnya hanya sebadan mobil aku lewati dengan laju kencang, lajur mobil satu arah kulewati, jalan-jalan baru ku kenali, lampu-lampu merah lain yang ku langgar. Andai saja ini adalah game yang sering kumainkan, sudah ku cheat mobilku agar bisa terbang.
Sampai pada sebuah jalanan yang macet, aku tak bisa menghindar lagi.
"Tenang...tenang...ntar kita patungan bayarnya." pembicara yang kami antar menenangkan, macam mengerti kami semua adalah panitia baru.
Namun, anehnya, sirine motor polisi itu sudah tidak ada. Rasanya dia terjebak di kemacetan lain di belakang kami. Ya, suara sirine emang sudah hilang, tapi muncul suara yang lebih menjengkelkan, suara tawa si KTSM dan si KPD. Oh, Tuhaaan, andai menyumpahi orang bukan perbuatan dosa.
Mobil kami meluncur dengan lancar menuju penginapan Sang Pembicara, kali ini si KTSM yang membawa mobil, kakiku gemetaran, maka aku minta diganti. Sampai di tempat pembicara, barulah gelak tawa pecah di mobil itu, ketegangan sudah mereda. Setelah berterimakasih sekaligus meminta maaf kepada pembicara, kami kembali ke tempat acara dengan lancar. 
Seturunnya dari mobil, aku melihat mobil si Ketua Umum yang kami pakai itu. Semoga plat nomernya tidak sempat dicatat polisi, kalau saja sampai tercatat, maka esok hari, ketika si Ketua Umum pulang menuju rumah, dia akan ditangkap sebagai buronan polisi.
Keesokan harinya, selesai sudah acara 2 hari 1 malam itu, kini tiba saatnya kami untuk evaluasi acara. Luar biasa momen ini, meskipun ku ikuti dengan rasa letih dan capai tapi tetap terasa nyaman dan menyenangkan.
"Terimakasih akh Dedi, atas kerjakerasnya kemarin dan semalaman mengantarkan pembicara." Si Ketua Umum angkat bicara.
Luar bisa, kalimat itu, panggilan itu, kata itu, Akh, terdengar begitu menentramkan diriku. Terdengar begitu mengesankan, penuh penghormatan, penuh kehangatan. Aku mulai mencintai panggilan itu.
Kabar baiknya, si Ketua Umum tidak ditangkap polisi dalam perjalanan pulang.
Terlepas dari kejadian-kejadian buruk yang aku lalui bersama si KTSM, dia adalah orang yang baik dan begitu bersahabat. Setelah acara PMLDK itu, kami menjalani banyak kegiatan di UKKI bersama-sama. Ya, sekali lagi dia berhasil mengajakku bergabung di UKKI, ikut pembinaan pekanan malah. Banyak hal yang membuat panggilan 'Akh' menjadi semakin indah. Karpet Fakultas Hukum yang berat dan harus diangkut setiap ada acara menambah nikmatnya panggilan itu, salah sangka dan beda pendapat namun dapat diselesaikan dengan musyawarah menambah nikmatnya panggilan itu, gerakan gerilya yang harus kami lakukan ketika menyambut Mahasiswa Baru, menambah nikmatnya panggilan itu, kedatangan mereka ketika ayahku meninggal di rumah sakit menambah nikmatnya panggilan itu. Semua kegiatan yang kami lakukan atas dasar berjuang di jalan Allah dan setiap peristiwa yang kami jalani atas dasar cinta kepada Allah, menambah nikmatnya panggilan itu.

***

Punggung dua adik kelasku itu menghilang di perempatan jalan setelah masjid, namun aku masih takzim memandang pintu geser dari kaca yang berbingkai kayu itu, seolah-olah menjadi layar besar yang menampilkan kejadian-kejadian selama dua tahun itu.
Ah, adik-adikku, seandainya kalian tahu bahwa betapa panjangnya proses hingga aku menikmati panggilan itu.
Panggilan itu........panggilan cinta.

follow me on twitter: @ikhwan_eksis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar